Research
|
Initiators
|
Supporters |
Vision-Mission |
Links
|
Photos
|
Awards |
NEWS
|
TEMPO INTERAKTIF
Besar Kecil Normal
Diskusi Novel Obama Bahas Pluralisme
Rabu, 17 Maret 2010 | 23:33 WIB
Besar Kecil Normal
TEMPO Interaktif, Jakarta - Penggagas dan koordinator nasional Gerakan
Peduli Pluralisme (GPP) Damien Dematra mengadakan diskusi Novel Obama
Anak Menteng, di Galeri Cafe Taman Ismail Marzuki, Rabu (17/3) malam.
Diskusi membahas pluralisme di Indonesia itu sekaligus reuni bagi
‘teman-teman Obama’ yang dulu sekolah di SDN 01 Besuki, Menteng.
Damien Damatra mengatakan kalau dalam novelnya dia mencoba untuk melihat
pluralisme dari sudut pandang budaya dan gaya hidup. “Saya juga mencoba
‘create awareness’ dalam masyarakat bahwa pluralisme dan perbedaan itu
sah-sah saja,” kata dia.
Direktur Pasca-Sarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra menyatakan bahwa masyarakat
Indonesia tidak perlu takut akan pluralisme. “Sebab pluralisme bukan
berarti sinkretisme atau penggabungan budaya ataupun agama,” kata dia.
Menurut Azyumardi, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah dalam urusan
menjunjung tinggi pluralisme. Contohnya adalah mengenai status orang
yang tidak beragama. “Mereka tetap perlu dilindungi,” kata Azyumardi.
GPP adalah sebuah gerakan bervisi menciptakan kesadaran terhadap
pluralisme dalam masyarakat. Program-programnya berupa forum diskusi
pluralisme berkala, mengadakan perlombaan esai tentang pluralisme,
perlombaan menggambar, pembuatan iklan masyarakat, menerbitkan buku,
hingga membuat film dokumenter. Soft launching gerakan ini bertepatan
dengan ulang tahun Nurkholis Madjid atau Cak Nur yang juga merupakan
tokoh pluralisme Indonesia.
Direktur Eksekutif Ma’arif Institute, Fajar Riza Ul Haq, yang dalam
diskusi berperan sebagai moderator menganggap perlu menunggu
terealisasinya harapan-harapan Obama. “Kita tunggu agar menjelma menjadi
kebijakan-kebijakan politik yang konkret,” kata dia
Azyumardi sendiri menilai Obama adalah tamu yang harus dihormati. “Kalau
demonstrasi penolakan kunjungan Obama pasti ada dilakukan di negara mana
saja dan itu sudah biasa,” kata dia.
ASWIDITIYO NEDWIKA
|
BERITA
Panglima TNI Kendalikan
Pengamanan Obama
JAKARTA—Pengamanan kunjungan Presiden Amerika Serikat Barack
Obama akan dikendalikan langsung oleh Panglima TNI Jenderal
Djoko Santoso. Menurut Wakil Menteri Pertahanan Letnan Jenderal
Sjafrie Sjamsoeddin, pengendalian pengamanan Presiden Obama,
yang akan berkunjung pada akhir Maret ini, sesuai dengan
mekanisme dan prosedur kunjungan tamu negara lainnya. ”Tidak ada
dualisme kendali,” ujar Sjafrie di kantornya kemarin.
Perihal pengamanan melekat oleh Secret Service untuk Obama,
menurut Sjafrie, itu bukan hal yang luar biasa. Pengamanan
khusus dari negara asal tamu negara memang selalu ada. Tapi
pengamanan itu hanya bersifat penguatan dan tetap di bawah
kendali operasional, yakni Panglima TNI.
Sjafrie mengakui adanya kerawanan menjelang kunjungan Obama.
Indikasi kerawanan ini didasari temuan Intelijen TNI. Kendati
demikian, menurut Sjafrie, kerawanan itu masih berskala rendah
dan bisa dicegah. ”Kesimpulannya, kerawanan itu tidak punya
pengaruh pada kunjungan Obama.”
Jadwal kunjungan Obama beberapa kali mundur. Kabar terakhir,
Obama rencananya berkunjung ke Indonesia pada 23-25 Maret. Tapi
beberapa elemen masyarakat, seperti Hizbut Tahrir Indonesia,
Liga Nasional Mahasiswa untuk Demokrasi, Perhimpunan Mahasiswa
Katolik RI, Petisi 28, Institut Global Justice, dan Komisi
Lingkungan Hidup, menolak kunjungan Obama. Menurut mereka, Obama
telah memerangi umat Islam di beberapa negara, seperti di Irak,
Afganistan, dan Somalia.
Sjafrie berpendapat, penolakan oleh elemen masyarakat itu
merupakan hal wajar. Pemerintah pun tidak menganggap penolakan
itu sebagai ancaman. “Ancaman memiliki tingkatan masing-masing,
dan penolakan itu bukan sebuah ancaman,” katanya.
Di tempat terpisah, penggagas dan koordinator nasional Gerakan
Peduli Pluralisme (GPP), Damien Dematra, menggelar diskusi
“Novel Obama Anak Menteng” di Taman Ismail Marzuki. Diskusi
membahas pluralisme di Indonesia. GPP merupakan gerakan bervisi
menciptakan kesadaran terhadap pluralisme dalam masyarakat. |
CORNILA DESYANA | ASWIDITIYO NEDWIKA
|
VIVA NEWS
Pluralisme Obama Mulai Dicontoh
Indonesia
Barack Obama adalah contoh sukses keberhasilan pluralisme di AS.
Rabu, 17 Maret 2010, 20:39 WIB
Amril Amarullah, Agus Dwi Darmawan
VIVAnews -- Direktur Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah yang juga Cendekiawan Muslim Azyumardi Azra meyakini,
terpilihnya Barack Obama sebagai Presiden Amerika Serikat akan membawa
perubahan yang cukup besar terhadap pemikiran pluralisme di seluruh
dunia.
Termasuk di Indonesia misalnya, sejarah Obama ini mulai terlihat di
beberapa tempat dalam pemilihan pimpinan daerah.
Azyumardi mengatakan Barack Obama adalah contoh sukses keberhasilan
pluralisme di AS. Sebelum Obama, ada semacam konvensi tak tertulis yang
dikenal Presiden harus kulit putih, keturunan Inggris dan beragama
Protestan.
"Sementara Obama itu lebih dominan hitam. Jadi terpilihnya ini
menumbangkan mitos tersebut," ujar Azyumardi dalam diskusi Gerakan
Peduli Pluralisme di Galeri Cafe TIM, Rabu 17 Maret 2010.
Gejala pluralisme, kata Azyumardi, di Indonesia ada beberapa wilayah
yang dominan muslim tapi gubernur terpilih ternyata dari agama lain,
dimisalkan Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat.
Azyumardi mengatakan bahwa contoh itu memperjelas makna pluralisme
dimana pluralisme itu tidak berarti mencampur adukkan paham agama
tertentu dengan agama lain.
Dalam konteks masyarakat Indonesia yang juga plural bahwa keberagaman
dan mau untuk menerima perbedaan tanpa mencampuradukkan itu bentuk
pluralisme sesungguhnya.
"Karena AS dan Indonesia itu dua negara yang sama-sama plural. AS
dibentuk oleh kaum imigran yang mendirikan negara kristiani, sebuah kota
di atas puncak bukit yang bisa menerangi berbagai penjuru. Itu
sejarahnya. Pada awal kerusuhan dan keributan karena agama itu juga
terjadi. Indonesia juga sama," katanya.
• VIVAnews
|
DETIK.COM
Kamis, 18/03/2010
00:37 WIB
Obama, Pluralisme dan Indonesia
Hery Winarno - detikNews
(Foto: dok Reuters)
Jakarta - Terpilihnya Barack Obama menjadi Presiden Amerika
Serikat (AS) ke 44 mengundang sejumlah tanda tanya besar bagi
dunia. Benarkah rasisme telah punah di negara Paman Sam itu?
Berbagai diskusi dan spekulasi pun bermunculan, kala anak
Menteng tersebut disumpah menjadi Presiden AS, menjadi presiden
AS berkulit hitam pertama dalam sejarah. Obama pun kini menjadi
tokoh atau icon pluralisme dunia.
"Di tahun 60-an, Amerika masih sangat rasis, tapi sekarang
seorang Afro bisa menjadi presiden. Tidaklah heran dia bisa
disebut tokoh pluralis," ujar Ketua Fatayat Nahdlatul Ulama (NU)
Maria Ulfa.
Maria menyampaikan hal itu dalam diskusi berjudul 'Obama dan
Pluralisme' di Galeri Cafe, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jl
Cikini Raya, Jakarta Pusat, Rabu (17/3/2010) malam.
Terpilihnya Obama tambah Maria, bisa membawa perubahan besar
bagi pengakuan pluralisme di negara tersebut. "Dari seorang Bush
yang sangat kanan tiba-tiba digantikan Obama yang begitu
kontroversial, pluralis, dan terbuka. Ini harapan baru
tentunya," tandas Maria.
Dalam diskusi tersebut juga dijelaskan jika pluralisme bukanlah
paham yang mencampuradukkan setiap ajaran agama, melainkan sikap
saling menghormati setiap perbedaan.
"Pluralisme itu bukan sinkretisme yang mencampuradukkan setiap
ajaran agama. Dan Obama dihargai karena itu, bahkan ketika dia
disumpah, seluruh pemuka agama diundang," tambah Direkur Pasca
Sarjana IAIN Syarief Hidayatullah Azyumardi Azra di tempat yang
sama.
Pendapat serupa juga disampaikan oleh penulis novel "Obama Anak
Menteng", Damien Dematra. Menurut Damien, pluralisme yang tumbuh
subur dalam semangat Obama dikarenakan masa lalunya yang pernah
tinggal di Indonesia.
"Masa kecil beliau yang menjadikan pluralis, dia selalu dibilang
bule hitam sama teman-temannya," ujar Damien.
Semasa tinggal di Indonesia tambah Darmien, Obama sudah terbiasa
hidup dengan perbedaan dan itulah yang membuatnya menghargai
perbedaan. "Dia punya pembantu bernama Kurdi yang agak
kewanita-wanitaan, teman-temannya juga berbeda. Itu yang
membuatnya sangat pluralis," pungkas pria gondrong ini.
(her/nwk)
|
HARIAN GLOBAL
Pluralisme dan Tuan Obama
Written by Redaksi Web
Thursday, 18 March 2010 06:39
Terpilihnya Barack Obama sebagai Presiden Amerika Serikat akan membawa
perubahan yang cukup besar terhadap pemikiran pluralisme di seluruh
dunia. Setidaknya demikian keyakinan Direktur Pasca Sarjana Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah yang juga Cendekiawan Muslim,
Azyumardi Azra. Termasuk di Indonesia misalnya, sejarah Obama ini mulai
terlihat di beberapa tempat dalam pemilihan pimpinan daerah.
Azyumardi mengatakan, Barack Obama, menurut Azyumardi, adalah contoh
sukses keberhasilan pluralisme di AS. Sebelum Obama, ada semacam
konvensi tak tertulis yang dikenal Presiden harus kulit putih, keturunan
Inggris dan beragama Protestan. “Obama itu lebih dominan hitam. Jadi
terpilihnya ini menumbangkan mitos tersebut,” jelasnya dalam diskusi
Gerakan Peduli Pluralisme di Galeri Cafe TIM, Rabu (17/3).
Dipaparkan Azyumardi lebih lanjut, gejala pluralisme di Indonesia sudah
terlihat di beberapa daerah di Indonesia. Misalnya, Kalimantan Tengah
dan Kalimantan Barat, dua daerah yang dominan muslim tapi gubernur
terpilih ternyata dari agama lain. Contoh ini, imbuhnya, memperjelas
makna pluralisme.
“Pluralisme itu tidak berarti mencampur adukkan paham agama tertentu
dengan agama lain. Dalam konteks masyarakat Indonesia yang juga plural
bahwa keberagaman dan mau untuk menerima perbedaan tanpa
mencampuradukkan itu bentuk pluralisme sesungguhnya. Karena AS dan
Indonesia itu dua negara yang sama-sama plural. AS dibentuk oleh kaum
imigran yang mendirikan negara kristiani, sebuah kota di atas puncak
bukit yang bisa menerangi berbagai penjuru. Itu sejarahnya. Pada awal
kerusuhan dan keributan karena agama itu juga terjadi. Indonesia juga
sama,” katanya.
Pro-kontra jelang kedatangan Barrack Obama kian tajam. Hizbut Tahrir
Indonesia melalui pernyataan sikapnya menegaskan, dalam pandangan hukum
syar’i, haram hukumnya menerima kedatangan Presiden Amerika Barrack
Obama sebagai tamu kehormatan. Ketua HTI, Rohmat S Labib menyebutkan,
pihaknya menangkap adanya rencana lain di balik kedatangan Obama ke
Indonesia, yakni untuk memperkuat cengkraman kuku “penjajahannya”. |
TRIBUNE NEWS .COM
Diskusi Obama dan Pluralisme
Ayzumardi: Indonesia Bisa Miliki Presiden dari Kaum Minoritas
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Samuel
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Cendekiawan muslim, yang juga merupakan tokoh
pluralisme nasional, Prof Ayzumardi Azra, menilai tidak tertutup
kemungkinan Presiden Indonesia berasal dari kaum minoritas, seperti
Barack Obama yang menjadi presiden Afro-Amerika pertama dalam sejarah
Amerika.
Menjadi pembicara dalam diskusi "Obama dan Pluralisme", di Galery Cafe,
Taman Ismail Marzuki (TIM), Rabu (17/3/20010), Ayzumardi mencontohkan
beberapa pemilihan kepala daerah di Kalimantan. "Gubernur Kalimantan
Tengah merupakan orang non-muslim, padahal mayoritas masyarakat
Kalimantan Tengah memeluk agama Islam," terangnya.
Menurutnya, masyarakat Indonesia yang semakin dewasa mulai menghargai
perbedaan yang ada. Ayzumardi berharap, semangat itu bisa menyebar ke
seluruh masyarakat Indonesia, sehingga bisa memunculkan sosok yang
mempunyai semangat plurarisme.
"Pluralisme bukannya singkritisme, yang mencampuradukkan satu ajaran
dengan ajaran lainnya, tetapi pluralisme adalah sikap toleran terhadap
orang lain yang berbeda dengan dirinya," tuturnya.
Membangun masyarakat yang menjunjung pluralisme, menurut Ayzumardi,
bukanlah jalan yang mudah dan gampang. Ia mencontohkan sejarah panjang
perjalanan Amerika hingga berhasilnya Obama menjadi orang nomor satu di
negara adidaya itu.
"Negara Amerika sejak dulu memiliki sejarah gelap dan pahit dalam
membangun pluralisme. Seperti yang kita ketahui dalam sejarah bagaimana
kaum minoritas Afro-Amerika berjuang selama beratus-ratus tahun untuk
mendapatkan persamaan hak dengan kaum Anglo Saxon Amerika, atau kaum
kulit putih. Masyarakat Afro-Amerika dicap sebagai masyarakat kelas
paling bawah, tapi sekarang stigma itu dipatahkan dengan terpilihnya
Barack Obama, yang notabene warga Amerika keturunan Afrika, menjadi
pimpinan negara tersebut," paparnya.
Selain itu, menurut Ayzumardi, Obama merupakan contoh pejuang pluralisme
dunia. "Ia berulang kali menyatakan rasa hormatnya kepada umat Islam, ia
bisa menerima dan menghormati orang lain yang berbeda dengan dirinya.
Kenapa ia bisa begitu menghormati umat muslim, ya karena dia sendiri
lahir dan besar dalam lingkungan keluarga muslim sewaktu tinggal di
Jakarta," terangnya.
Sementara, pembicara lainnya dalam diskusi tersebut, Maria Ulfa, yang
merupakan Ketua Umum Fatayat NU, mengharapkan kedatangan Obama ke
Indonesia dapat membantu penyelesaian beberapa kasus human trafficking
yang melibatkan mafia internasional.
Diskusi Obama dan Pluralisme juga menghadirkan seorang penulis buku
Obama Anak Menteng, Damien Dematra. Bersamaan dengan diskusi tersebut,
juga digelar grand launching Gerakan Peduli Pluralisme yang saat ini
memiliki enam ribu anggota yang tersebar di seluruh Indonesia.(*)
Editor : Juang_Naibaho |
|